POTRET KERATON KASEPUHAN SEBAGAI PENYOKONG PELESTARIAN BUDAYA DAERAH CIREBON
BAB I
Untuk Memenuhi Mata Kuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar
Dosen : Agus Supriyadi, S.Pd. , M.Si.
Oleh : Imelda Rahayu
NIM : 111010151
Kelas : D
JURUSAN ILMU
HUKUM
FAKULTAS
HUKUM
UNIVERSITAS
SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON
2012
KATA PENGANTAR
Segala puja dan puji
syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufik serta
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah tugas Ilmu Sosial
Budaya Dasar yang berjudul " Potret Keraton Kasepuhan Sebagai Penyokong Pelestarian Budaya Daerah”. Penulisan tugas ini
diajukan untuk memenuhi mata kuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar.
Penulis menyadari bahwa
apa yang disampaikan adalah masih jauh dari sempurna, untuk itu kritik dan
saran yang membangun sangat diharapkan untuk menyempurnakan tugas rangkuman makalah
ini. Semoga dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Cirebon, 31 Januari 2012
Penulis
DAFTAR ISI
Kata
pengantar
Daftar
isi
BAB
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penelitian
BAB
II METODE PENELITIAN
2.1
Rancangan Penelitian
BAB
III PEMBAHASAN
3.1 Sejarah Keraton Kasepuhan
3.2 Arsitektur dan
Interior
3.3 Urut-Urutan Baluarti beserta penjelasan berupa gambar
3.4 Dampak keberadaan keraton kasepuhan Cirebon di berbagai bidang
BAB
IV PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Keraton Kasepuhan didirikan pada tahun 1529 oleh Pangeran Mas
Mochammad Arifin II (cicit dari Sunan Gunung Jati) yang menggantikan tahta dari
Sunan Gunung Jati pada tahun 1506, beliau bersemayam di dalem Agung Pakungwati
Cirebon.Keraton Kasepuhan dulunya bernama Keraton Pakungwati, sedangkan
Pangeran Mas Mochammad Arifin bergelar Panembahan Pakungwati I. Dan sebutan
Pakungwati berasal dari nama Ratu Dewi Pakungwati binti
Pangeran Cakrabuana yang menikah dengan Sunan Gunung Jati. Putri itu cantik
rupawan berbudi luhur dan bertubuh kokoh serta dapat mendampingi suami, baik
dalam bidang Islamiyah, pembina negara maupun sebagai pengayom yang menyayangi
rakyatnya.
Ahkirnya beliau pada tahun 1549 wafat dalam Mesjid Agung Sang Cipta Rasa dalam usia yang sangat tua, dari pengorbanan tersebut akhirnya nama beliau diabadikan dan dimulyakan oleh nasab Sunan Gunung Jati sebagai nama Keraton yaitu Keraton Pakungwati yang sekarang bernama Keraton Kasepuhan.
Ahkirnya beliau pada tahun 1549 wafat dalam Mesjid Agung Sang Cipta Rasa dalam usia yang sangat tua, dari pengorbanan tersebut akhirnya nama beliau diabadikan dan dimulyakan oleh nasab Sunan Gunung Jati sebagai nama Keraton yaitu Keraton Pakungwati yang sekarang bernama Keraton Kasepuhan.
1.2. Rumusan Masalah
Dikarenakan
kajian masalah mengenai Sejarah keraton Kasepuhan, maka penulis
membatasinya dalam sebuah rumusan masalah dengan tujuan pembahasan yang
dikaji tidak terlalu banyak bahasannya. Tetapi penulis ingin memaparkan
pembahasannya secara rinci dengan kemampuan dari penulis sendiri.
Adapun rumusan masalah tersebut adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana sejarah keraton kesepuhan?
2. Bagaimana arsitektur dan interior yang ada dalam keraton kesepuhan?
3. Bagaimana Urut-Urutan Baluarti Keraton kasepuhan corebon ?
4. Apa saja dampak keberadaan Kereton Kasepuhan Di Cirebon, Jawa Barat?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian yang
dilakukan oleh penulis tentunya memiliki tujuan tersendiri sehingga
mendorong penulis untuk melakukan penelitian tersebut. Adapun tujuan
penelitian tersebut adalah sebagai berikut :
1. Untuk memnuhi tugas Ujian Akhir Semester (UAS) pada Mata Kuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar yang dibina oleh Bapak Agus Supriyadi, S.pd, M.Si.
2. Untuk mengetahui Sejarah Keraton Kasepuhan yang berada di Cirebon Jawa Barat.
3. Untuk mengetahui manfaat darn kegunaan dari peninggalan-peninggalan zaman kerajaan di Cirebon Jawa Barat, beserta dampak keberadaannya di Cirebon Jawa Barat pada masa kini.
BAB II
METODE PENELITIAN
2.1 Rancangan Penelitian
Dalam Penelitian yang di laksanakan, penulis menggunakan metode observasi dan tanya jawab, yakni terjun langsung kelapangan. Hal ini dilakukan agar data yang di peroleh lebih akurat karena berasal dari narasumbernya. Observasi yang di lakukan penulis ini di laksanakan pada:
Hari : Rabu
Tanggal : 11 Januari 2012
Waktu : 13.00 WIB s/d Selesai
Tempat : Keraton Kesepuhan Cirebon Jawa Barat
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Sejarah keraton kasepuhan
Kesultanan Cirebon (menjadi Kraton Kasepuhan setelah perpecahannya pada tahun
1677) adalah sebuah kesultanan Islam di
wilayah Jawa Barat yang berdiri pada abad 15 dan 16. Lokasinya yang terletak
dalam jalur perdagangan penting antar pulau dalam abad merkantilisme pada saat
itu memberikan gambaran tentang kosmopolitanisme penguasa Cirebon yang
memadukan berbagai pengaruh peradaban besar seperti Cina, India, Eropa dan juga
penguasa-penguasa Nusantara.
Pendiri pertama dinasti penguasa Cirebon adalah Pangeran Cakrabuana yang melepaskan diri dari pengaruh kekuasaan Pajajaran yang saat itu masih memeluk agama Hindu-Budha di pedalaman Jawa Barat. Peran Sunan Gunung Jati (1479-1568) sebagai pengganti Cakrabuana menjadikan kesultanan Cirebon sebagai salah satu tempat penyiaran agama Islam di Jawa Barat yang pada saat itu masih dalam pengaruh penguasa-penguasa Hindu-Budha (seperti Kerajaan Pajajaran yang terletak di wilayah pedalaman Jawa Barat). Dan dalam kaitan ini pula kita bisa melihat hubungan erat antara kesultanan Cirebon dan kesultanan Banten yang juga sama-sama tumbuh menjadi penguasa lokal sepanjang pesisir pantai Jawa Barat dalam era yang sama. Bagaimana kaitan erat antara dua kesultanan tersebut bisa dilihat sekarang ini melalui salah satu koleksi alat musik degung milik kraton yang merupakan hadiah dari Sultan Banten.
Keraton Kasepuhan adalah keraton termegah dan paling tua di Cirebon, sesuai dengan namanya yaitu kasepuhan. Bermula dari Keraton Pakung Wati yang didirikan pada tahun 1430 oleh Putra Mahkota Pajajaran yang bernama Pangeran Walang Sungsang atau Cakrabuana. Pangeran Cakrabuana juga dikenal dengan nama Mbah Kuwu Cirebon. Kemudian Keraton diserahkan pada Syekh Syarief Hidayatulloh atau Sunan Gunung Jati setelah menikah dengan Ratu Ayu Pakung Wati. Oleh Sunan Gunung Jati pada tahuh 1529, memperluas Keraton Pakung Wati ke sebelah barat daya. Keraton Pakung Wati kemudian diganti nama menjadi Kasepuhan Cirebon. Keraton Pakung Wati juga disebut Puserbumi, selain di dalamnya terdapat situs Puser Bumi, konon menurut para wali Keraton Cirebon disebut Negara Gede Puserbumi.
Pendiri pertama dinasti penguasa Cirebon adalah Pangeran Cakrabuana yang melepaskan diri dari pengaruh kekuasaan Pajajaran yang saat itu masih memeluk agama Hindu-Budha di pedalaman Jawa Barat. Peran Sunan Gunung Jati (1479-1568) sebagai pengganti Cakrabuana menjadikan kesultanan Cirebon sebagai salah satu tempat penyiaran agama Islam di Jawa Barat yang pada saat itu masih dalam pengaruh penguasa-penguasa Hindu-Budha (seperti Kerajaan Pajajaran yang terletak di wilayah pedalaman Jawa Barat). Dan dalam kaitan ini pula kita bisa melihat hubungan erat antara kesultanan Cirebon dan kesultanan Banten yang juga sama-sama tumbuh menjadi penguasa lokal sepanjang pesisir pantai Jawa Barat dalam era yang sama. Bagaimana kaitan erat antara dua kesultanan tersebut bisa dilihat sekarang ini melalui salah satu koleksi alat musik degung milik kraton yang merupakan hadiah dari Sultan Banten.
Keraton Kasepuhan adalah keraton termegah dan paling tua di Cirebon, sesuai dengan namanya yaitu kasepuhan. Bermula dari Keraton Pakung Wati yang didirikan pada tahun 1430 oleh Putra Mahkota Pajajaran yang bernama Pangeran Walang Sungsang atau Cakrabuana. Pangeran Cakrabuana juga dikenal dengan nama Mbah Kuwu Cirebon. Kemudian Keraton diserahkan pada Syekh Syarief Hidayatulloh atau Sunan Gunung Jati setelah menikah dengan Ratu Ayu Pakung Wati. Oleh Sunan Gunung Jati pada tahuh 1529, memperluas Keraton Pakung Wati ke sebelah barat daya. Keraton Pakung Wati kemudian diganti nama menjadi Kasepuhan Cirebon. Keraton Pakung Wati juga disebut Puserbumi, selain di dalamnya terdapat situs Puser Bumi, konon menurut para wali Keraton Cirebon disebut Negara Gede Puserbumi.
Situs lama
Keraton Pakung Wati, petilasan Pangeran Cakrabuana, dan petilasa Sunan
Gunung Jati masih terjaga keberadaannya di Keraton Kasepuhan Cirebon.
Bagian dalam keraton ini terdiri dari bangunan utama yang berwarna
putih. Didalamnya terdapat ruang tamu, ruang tidur dan singgasana
raja. Terdapat pula Sumur Kejayaan yang airnya kerap digunakan orang
untuk berbagai ritual seperti siraman nuju bulan, widodareni, bangun
rumah, dan lain-lain. Banyak orang yang datang dengan maksud tujuan
tertentu yang menggunakan sareat air Sumur Kejayaan, selain itu ada juga
Sumur Agung (Sumur Bandung) yang airnya juga kerap digunakan untuk
kepentingan-kepentingan spiritual tertentu. Pada bagian depan keraton
yang disebut dengan Gapura kutaraga wadasa. Kutaraga adalah cirikas
Cirebon disebut juga Mega Mendung “Lambang pengayoman seorang Sultan”.
Wadasan yang berarti manusia mempunyai dasar atau pondasi yang kuat
yaitu keImanan. Di depannya terdapat tugu sebagai simbol keImanan pada
Yang Maha Tunggal.
Di Keraton
Kasepuhan Cirebon terdapat beberapa bangsal diantarantya, Bangsa Jinem
Pangrawit yaitu Serambi depan istana, Jinem artinya tempat tugas dan
Pangrawit artinya lurus (baik). Difungsikan sebagai tempat tugas
Pangeran Patih, atau Wakil Sultan. Bangsal Los Gajah Nguling, disebut
Gajang Nguling (gajah yang sedang berbunyi) karena bangunan agak
nyerong, menghadap kiblat, dan antara pintu depan dan belakang tidak
lurus. Gajah kalau sedang berbunyi, belalainya diangkat dan posisinya
nyerong. Bangsal Pringgandani, mengambil dari cerita pewayangan, dulu
difungsikan untuk pisowanan atau sebah kliwon. Tempat pisowanan para
bupati seperti Kuningan, Indramayu, dan Majalengka. Juga disebut Wilayah
tiga Cirebon. Bangsal Prabayaksa, dulu difungsikan untuk musyawarahnya
para Mentri, sekarang difungsikan untuk musyawarah tamu-tamu negara.
Bangsal Agung Panembahan, dulu difungsikan untuk singgasana Gusti
Panembahan. Sekarang difungsikan untuk persiapan prosesei upacara adat
turunnya Panjang Jimat. Ada juga Pungkuran
merupakan ruangan serambi yang terletak di belakang Keraton. Tempat ini
berfungsi sebagai tempat meletakan sesaji pada waktu peringatan Maulid
Nabi Muhamad. Bangunan Dapur Maulud ini berada di depan Kaputren dengan
arah hadap timur yang berfungsi sebagai tempat memasak persiapan
peringatan Maulid Nabi SAW. Pamburatan merupakan bangunan yang berada
di selatan Kaputren. Pambuaran artinya menggurat atau mengerik. Bangunan
ini berfungsi sebagai tempat mengerik kayu-kayu wangi (kayu untuk
boreh) untuk kelengkapan selamatan Maulud Nabi SAW.
Di area
keraton juga terdapat Langgar Alit yang dibuat tahun 1529, dan sering
digunakan untuk peringatan hari raya Islam Pada bagian depan Kraton
Kasepuhan terdapat bangunan yang disebut Siti Hinggil (tanah tinggi)
yang difungsikan untuk podium Raja waktu melihat acara di Alun-alun. Di
Siti Hinggil ini terdapat lima bangunan tanpa dinding. Mande Malang
Sumirang sebagai tempat duduk Sultan. Tiang pokok berjumlah 6, artinya
rukun Iman. Jumlah seluruh tiang ada 20 mengambil sifat 20. Mande Semar
Tinandu tempat duduk penghulu atau penasehat raja. Tiang pokok dua yaitu
melambangkan dua kalimah sahadat. Mande Pandawa Lima, dulu difungsikan
tenpat duduk panglima, tiangnya lima melambangkan rukun Islam. Mande
Pengiring dulu difungsikan sebagai tempat duduk para pengiring raja.
Mande Karesmen, yang sampai sekarang masih difungsikan untuk membunyikan
gamelan sekaten. Gamelan sekaten hanya dibunyikan dua kali dalam
setahun, yaitu pada Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha. Kondisi Siti
Hinggi kurang begitu terawat, padalah bentuk bangunannya sangat bagus.
Dengan corak gapura dan dinding dari bata merah, Siti Hinggil nampak
sebagai tempat bersejarah.
3.2 Arsitektur dan Interior Keraton
Apabila kita perhatikan ruang luar kraton kasepuhan, kita bisa melihat
bagaimana perpabuan unsur-unsur Eropa seperti meriam dan patung singa di
halaman muka, furniter dan meja kaca gaya Prancis tempat para tamu sultan
berkaca sebelum menghadap, gerbang ukiran Bali dan pintu kayu model ukiran
Prancis yang menampakan gambaran kosmpolitan kraton kasepuhan sekarang.
Arsitektur dan koleksi benda-benda milik Katon Kasepuhan yang tersimpan dalam
museum kraton dengan demikian memberikan sebuah gambaran tentang sifat
kosmopolitan keraton pada masa kejayaan kesultanan Cirebon pada abad ke-15 dan
ke-16.
Seperti
juga penguasa-penguasa Nusantara lainnya (seperti Kasunanan Solo), terdapat
kesan bagi para penguasa untuk mengadopsi kehidupan dunia luar dalam kehidupan
penguasa lokal ini. Sebagai salah satu contohnya adalah kegemaran kesultanan
Cirebon mengadopsi gaya dan arsitektur model Eropa yang mengisi bagian dalam
Kraton Kasepuhan. Perhatikan bagaimana model dan ukiran di ruang pertemuan
sultan dengan para menteri (bangsal Prabhayaksa) yang dibuat dengan model yang
hampir sama dalam interior kerajaan Prancis di bawah dinasti Bourbon, seperti
model kursi, meja dan lampu gantung. Bagaimanapun terdapat kombinasi gaya
interior ini apabila kita memperhatikan sembilan kain berwarna di latar
belakang singgasana raja yang melambangkan sosok wali songo (para penyebar
agama Islam di Jawa). Di sini tradisi Jawa bercampur dengan Eropa yang telah
'dilokalkan'.
Mengunjungi
Keraton Kasepuhan seakan-akan berada di Kota Cirebon tempo dulu.
Keberadaan Keraton Kasepuhan juga kian mengukuhkan bahwa di kota Cirebon
pernah terjadi akulturasi. Akulturasi yang terjadi tidak saja antara
kebudayaan Jawa dengan kebudayaan Sunda, tapi juga dengan berbagai
kebudayaan di dunia, seperti Cina,India, Arab, dan Eropa. Hal inilah
yang membentuk identitas dan tipikal masyarakat Cirebon dewasa ini, yang
bukan Jawa dan bukan Sunda.
Kesan
tersebut sudah terasa sedari awal memasuki lokasi keraton. Keberadaan
dua patung macan putih di gerbangnya, selain melambangkan bahwa
Kesultanan Cirebon merupakan penerus Kerajaan Padjajaran, juga
memperlihatkan pengaruh agama Hindu sebagai agama resmi Kerajaan
Padjajaran. Gerbangnya yang menyerupai pura di Bali, ukiran daun pintu
gapuranya yang bergaya Eropa, pagar Siti Hingilnya dari keramik Cina,
dan tembok yang mengelilingi keraton terbuat dari bata merah khas
arsitektur Jawa, merupakan bukti lain terjadinya akulturasi. Singgasana
raja yang terbuat dari kayu sederhana dengan latar sembilan warna
bendera yang melambangkan Wali Songo. Hal ini membuktikan bahwa
Kesultanan Cirebon juga terpengaruh oleh budaya Jawa dan agama Islam.
3.3 Koleksi Musium Di Keraton Kasepuhan
Nuansa akulturasi kian kentara ketika memasuki ruang museum, Keraton ini memiliki museum yang cukup lengkap yang berisi benda pusaka dan lukisan koleksi kerajaan.
Ada museum benda kuno dan ada juga museum singa barong .
1. Musium Benda Kuno
Musium ini menyimpan barang-barang kerajinan, diantaranya ;
a) Seperangkat Gamelan Degung persembahan dari Ki Gede Kawungcaang Banten tahun 1426.
b) Seperangkat Gamelan berlaras Slendro dan Wayang Purwa dari Cirebon tahun 1748 peninggalan Sultan Sepuh IV.
c) Seperangkat Gamelan Sekaten persembahan dari Sultan Demak ke III (Sultan Trenggono).
d) 4 buah rebana peninggalan Sultan Kalijaga tahun 1412 dan Genta (bel) yang di namai Bergawang.
e) Rak berisi beberapa buah tombak untuk khotbah.
f) Di sudut ruangan ada satu set meja kursi hitam model Eropa.
g) Vitrin I: Berisi Pagoda Graken untuk tempat jamu, Peti Kandaga dari Suasa tempat perhiasandan Kaca Rias semua peninggalan tahun 1506.
h) Vitrin II: Berisi tempat tinta dari cina tahun 1697, Ani-ani untuk potong padi, Gelas minum dari VOC tahun 1495,dan alat upacara Raja.
i) Vitrin III: Berisi 24 buah baju logam disebutHarnas/Malin juga disebut Baju Kere dari Portugis tahun 1527.
j) Vitrin IV: Berisi Kujang, Cundrik Pedang dan Trisula.
k) Vitrin V: Berisi beberapa buah mata tombak, dll.
1. Musium Benda Kuno
Musium ini menyimpan barang-barang kerajinan, diantaranya ;
a) Seperangkat Gamelan Degung persembahan dari Ki Gede Kawungcaang Banten tahun 1426.
b) Seperangkat Gamelan berlaras Slendro dan Wayang Purwa dari Cirebon tahun 1748 peninggalan Sultan Sepuh IV.
c) Seperangkat Gamelan Sekaten persembahan dari Sultan Demak ke III (Sultan Trenggono).
d) 4 buah rebana peninggalan Sultan Kalijaga tahun 1412 dan Genta (bel) yang di namai Bergawang.
e) Rak berisi beberapa buah tombak untuk khotbah.
f) Di sudut ruangan ada satu set meja kursi hitam model Eropa.
g) Vitrin I: Berisi Pagoda Graken untuk tempat jamu, Peti Kandaga dari Suasa tempat perhiasandan Kaca Rias semua peninggalan tahun 1506.
h) Vitrin II: Berisi tempat tinta dari cina tahun 1697, Ani-ani untuk potong padi, Gelas minum dari VOC tahun 1495,dan alat upacara Raja.
i) Vitrin III: Berisi 24 buah baju logam disebutHarnas/Malin juga disebut Baju Kere dari Portugis tahun 1527.
j) Vitrin IV: Berisi Kujang, Cundrik Pedang dan Trisula.
k) Vitrin V: Berisi beberapa buah mata tombak, dll.
l) Alat upacara mudun lemah
j) Tengkorak kepala banteng dari Indramayu.
k) Meriam dari Portugis.
dan masih
banyak lagi barang kuno tersebut ada sebagian pemberian dari beberapa
kerajaan islam dan mancanegara selama indonesia masih di jajah
keseluruhan barang benda antik tersebut masih terawat dan di simpan dengan baik.
keseluruhan barang benda antik tersebut masih terawat dan di simpan dengan baik.
2. Musium Kereta singa barong
Di sebelah timur Taman Bunderan Dewan Daru berdiri bangunan untuk tempat penyimpanan Kereta Pusaka yang dinamakan Kereta Singa Barong. Salah satu koleksi Keraton Kasepuhan yang sangat istimewa dan dikeramatkan adalah kereta Singa Barong ini. Kereta ini dihias dengan ornamen kepala gajah, dengan belalai memegang trisula. Kereta juga dihias sayap garuda dan ekor naga. Uniknya, kereta ini dilengkapi dengan ‘shock breaker’ untuk meredam goncangan yang terjadi pada saat kereta melaju. Dan yang mengagumkan, kereta ini dibuat oleh bangsa kita sendiri. Kereta ini saat ini tidak lagi dipergunakan dan hanya dikeluarkan pada tiap 1 Syawal untuk dimandikan.
Ada
pula lukisan tiga dimensi Prabu Siliwangi. Lukisan ini memang istimewa.
Jika kita melihat lukisan ini dari arah kiri, mata dan ujung jari kaki
Prabu Siliwangi terlihat menghadap ke kiri (ke arah kita). Namun kalau
kita bergeser ke arah kanan lukisan, mata dan ujung jari kaki itu pun
terlihat menghadap ke kanan (seolah-olah mengikuti kita).
Di dalam
musium Kereta juga terdapat 2 buah Tandu Jempana dari Cina, persembahan
dari Kapten Tan Tjoeng Lay dan Kapten Tan Boen Wee tahun 1676. Tandu
Jempana ini untuk Permaisuri dan Putra Mahkota. Tandu Garuda Mina di
buat pada tahun 1777 di gempol Palimanan, tandu ini di pergunakan untuk
mengarak anak yang mau di khitan. Juga terdapat pedang-pedang dari
Portugis dan belanda, 2 buah meriam dari Mongolia pada tahun 1424 yang
berbentuk naga. Di belakang Kereta terdapat tombak-tombak panjang
berbendera kuning yang disebut Blandrang. Juga terdapat Tanggul Gada
atau Tanggul Manik sebagai lambang pengayoman. Dan juga seperangkat
Angklung Kuno persembahan dari masyarakat daerah Kuningan
Selain
berisi berbagai pernak-pernik khas kerajaan Jawa pada umumnya, seperti
kereta kencana singa barong, dua tandu kuno, dan berbagai jenis senjata
pusaka berusia ratusan tahun, di museum ini Bangunan
di bagian dalam keraton Kasepuhan juga sangat indah dan masih terawat
dengan baik. Kursi-kursi kayu jati berukir warna kuning gading berjajar
rapi, dengan lampu-lampu kristal dan dinding berukir indah. Di bagian
dalam terdapat dinding dengan ukiran bunga teratai merah.
Indahnya
Keraton Kasepuhan Cirebon telah membuka cakrawala bahwa menyandingkan
perbedaan akan membuahkan kekuatan. Kekuatan yang akan berdampak positif
bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Namun, akan sangat bermakna
apabila tempat ini dirawat dan dijaga kebersihannya, sehingga memiliki
pancaran aura sejarah dan nilai spiritualnya.
3.4 Penjelasan Berupa Gambar
Dinding luar keraton kasepuhan Cirebon bercorak majapahitan yang sangat artistik berhiaskan keramik Cina dan Eropa
Keramik 'The Last Super' satu-satunya yang ada di Keraton Kasepuhan Cirebon
Gamelan Si Ketuyung
Koleksi Mata tombak
Koleksi Catur sula yang sangat mematikan yang berbentuk clurit berpengait
Keramik 'The Last Super' satu-satunya yang ada di Keraton Kasepuhan Cirebon
Langit-langit berornamen dengan detail indah yang didonimansi warna hijau, berada di depan Bangsal Pringgandani Keraton Kasepuhan Cirebon, tempat menghadapnya para Adipati. |
Sebuah ukiran kayu dengan detail yang sangat indah di dekat pintu masuk bangunan Keraton Kasepuhan Cirebon. |
Umpak dengan detail ornamen sangat indah yang berada pada bangunan di bagian depan Keraton Kasepuhan Cirebon yang semuanya masih asli. |
Sepasang Singa Putih di taman Bunderan Dewan Daru |
Bangsal Pringgandani tempat dimana Sultan Keraton Kasepuhan Cirebon menerima pisowanan para Adipati, dengan ornamen keramik pada dinding di latar belakang. |
Gelas VOC |
Tombak CIS untuk khotbah |
meja&kursi model eropa |
Tandu Jempana |
Tengkorak Buaya putih dari Kaputren
|
Gamelan Si Ketuyung
Kaca rias, |
alat debus dari banten |
Koleksi Mata tombak
Koleksi Catur sula yang sangat mematikan yang berbentuk clurit berpengait
Alat upacara mudun lemah |
Ukiran logam perhiasan pinggir bantal&ukiran logam dari india |
Kereta Singa Barong tampak depan |
Pintu masuk museum Kereta Singa Barong |
Peti dari mesir |
tempat jamu |
Tandu Garuda Mina tampak depan |
Kereta Singa Barong tiruan |
Kendi dari buah labu koleksi sultan sepuh XI |
Pintu masuk Museum Benda Kuno |
Lukisan 3 dimensi Prabu Siliwangi |
Kereta Singa Barong tampak samping |
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
Brdasarkan Konsep diatas, kita dapat mengetahui uraian ini membahas suatu pendekatan umum yang menerangkan bahwa Keraton Kesepuhan memiliki Peranan yang sangat penting dalam Pemeliharaan Kebudayaan di kota Cirebon atau bahkan memberikan kontribusi yang mencangkup aspek material dan juga spiritual melalui peninggalan-peninggalannya seperti Masjid Agung Sang Cipta Rasa, Alat-alat musik, Arsitektur dan Interior bangunannya, serta penyebaran Kebudayaan Islam oleh wali sanga yang harus kita junjung tinggi nilai-nilai moral dan spiritualnya. Keraton Kasepuhan juga mempunyai dampak positif di berbagai bidang ,misalnya di bidang ekonomi contohnya pada pelaksanaan upacara panjang jimat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar untuk berdagang diarea halaman keraton. Dan di bidang sosial budaya, keraton kasepuhan pada acara panjang jimat mengintegrasikan solidaritas masyarakat, dan juga sebagai salah satu tempat wisata favorit di Cirebon.
4.2 Saran
Sebagai generasi penerus bangsa yang memiliki nilai moral yang tinggi, kita harus memelihara dan bangga terhadap apa yang telah diberikan oleh nenek moyang kita terdahulu melalui peninggalan-peninggalannya, jaga dan rawat baik-baik.